Minggu, 11 Januari 2009

ANALISIS TIPE KEPRIBADIAN DAN KOMITMEN PENGUSAHA DAN KAITANNYA DENGAN KEMAJUAN USAHA TAHU TEMPE DI BANDAR LAMPUNG

ANALISIS TIPE KEPRIBADIAN DAN
KOMITMEN PENGUSAHA DAN KAITANNYA DENGAN KEMAJUAN USAHA TAHU TEMPE DI BANDAR LAMPUNG


PENDAHULUAN

Tahu dan tempe merupakan jenis makanan favorit bagi sebagian masyarakat menengah ke bawah. Walaupun saat ini tahu dan tempe harus didapat dengan harga yang cukup mahal namun produk ini mengandung kadar gizi yang tinggi. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika sebagian besar masyarakat kota sangat menyukai turunan dari produk tahu dan tempe ini.

Beberapa produk turunan tahu dan tempe banyak ditemui sebagai jajanan pasar dan makanan cemilan. Tahu sumedang, tahu isi, tempe goring dan batagor adalah beberapa produk turunan yang dihasilkan dari tahu dan tempe. Dengan demikian, jika masyarakat jenuh mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai lauk pada saat makan, produksi tahu dan tempe tetap dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan seperti disebutkan di atas. Dan masyarakat kota biasanya sangat akrab dengan jenis makanan ringan ini karena selain harganya murah juga dapat ditemui di banyk tempat.

Sebelum terjadinya kenaikan harga kedelai yang berdampak langsung terhadap usaha tahu tempe, permintaan produk tahu dan tempe cukup banyak. Namun setelah terjadi kenaikan harga kedelai permintaan terhadap tahu dan tempe juga mengalami penurunan karena kurangnya daya beli masyarakat atas harga tahu dan tempe yang ikut melonjak naik. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha tahu dan tempe. Di beberapa tempat, kenaikan harga bahan baku kedelai tidak diikuti dengan kenaikan harga tahu dan tempe tetapi dengan memperkecil ukuran produk. Namun apapun upaya yang dilakukan oleh pengusaha tahu dan tempe untuk tetap berproduksi, kenaikan harga kedelai ini tetap mempengaruhi kemajuan usaha tahu tempe.

Kenaikan harga kedelai dengan sendirinya memicu para pengusaha untuk menyesuaikan harga dan ukuran tahu dan tempe sehingga tetap dapat terjangkau oleh masyarakat. Hal ini sebenarnya menjadi tantangan serius bagi pengusaha tahu dan tempe untuk tetap eksis dalam usaha ini atau mundur bealih ke bidang usaha yang lain. Dibutuhkan komitmen dan kepribadian yang kuat dari pengusaha untuk tetap bertahan dan keluar dari krisis ini yang pada akhir akan berdampak pada kemajuan usaha tahu tempe.

Bebagai aspek strategis yang melingkupi usaha tahu tempe, seperti lingkungan pemasaran, sebenarnya sangat mendukung bagi kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung. Hasil pengamatan terhadap pada beberapa warung dan pedagang sayur menunjukkan bahwa konsumen selalu membeli tahu dan tempe setiap hari. Artinya, dalam kondisi ekonomi yang cukup sulit seperti saat ini, daya tarik tahu dan tempe bagi kalangan ibu-ibu lebih tinggi dibandingkan dengan daging dan ikan.

Setelah ditambah dengan faktor kenaikan bahan baku, kemajuan usaha tahu tempe khususnya di Bandar Lampung bisa dikatakan sangat lambat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah pertumbuhan modal usaha. Sebuah usaha produksi tahu tempe yang telah berjalan selama 10 tahun, hanya mampu menambah modal kerja sebesar Rp 1.000.000,00 dan 2 orang tenaga kerja. Hasil ini tentunya tidak sebanding dengan pengalaman dan waktu yang dibutuhkan untuk merintis usaha ini.

Selain itu juga terdapat terdapat bukti-bukti lainnya yang menunjukkan lambatnya pertumbuhan usha produksi tahu tempe ini. Hasil observasi terhadap beberapa usaha produksi tahu tempe yang ada di Bandar Lampung menunjukkan bahwa manajemen usaha masih dikelola secara sederhana dan pengelolaan keuangan menyatu dengan keuangan rumah tangga. Meskipun praktek keuangan seperti ini tidak selalu salah, namun dalam kacamata manajemen keuangan praktek yang demikian tidak dibenarkan. Peran pemilik sebagai pimpinan usaha akan berbenturan dengan peran sebagai kepala keluaÿÿa. Hal ini sedikit banyak akan ÿÿrpengaruh pada komitmen pemilik terhadap usahanya. Konflik peran seperti ini seringkali mempengaruhi pemilik dalam mengambil keputusan-keputusan strategis berkenaan dengan usahanya. Akibatnya kemajuan usaha menjadi terhambat dan kurang respon dengan perubahan pasar.

Perkembangan dan kemajuan usaha tidak terlepas dari tipe kepribadian dan komitmen pengusaha. Menurut O’Reilly dan Chatman (1986) yang dikutip oleh Esteves, Pastor dan Casanovas (2002 : 3), komitmen merupakan hubungan antara seseorang dengan perusahaannya. Dalam hubungan ini, individu akan selalu mendukung pencapaian tujuan organisasi dan perusahaan tempat ia bekerja. Dalam konteks penelitian ini, komitmen yang dimaksudkan adalah kesediaan pemilik secara total mengabdikan diri dan mengerahkan kemampuannya untuk kemajuan usaha. Pemilik yang berkomitmen adalah salah satu indicator dari pengusaha yang handal.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kepribadian pengusaha. Tipe kepribadian pengusaha adalah salah satu factor penting yang mempengaruhi kemajuan usaha. Pengusaha denga tipe kepribadian suka bersaing dan selalu menepati janji adalah cirri-ciri pengusaha yang bisa meraih kesuksesan. Fred Luthan (1995 :303) mengatakan bahwa seorang pengusaha dengan tipe kepribadian A selalu bersaing dengan sesamanya, menetapkan standar produktifitas yang tinggi sehingga mereka terlihat mampu mempertahankannya.
Gambaran tentang kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung memperlihatkan sesuatu yang kurang menggembirakan. Ketidakmampuan usaha tahu tempe untuk berkembang selain disebabkan oleh factor eksternal juga disebabkan oleh factor pengusahanya sendiri. Pengusaha dengan tipe kepribadian yang pasif dan memiliki komitmen yang rendah diduga menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya usaha tahu tempe di Bandar Lampung.






C. PERUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan, rimusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
a. Bagaimanakah tipe kepribadian pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung.
b. Bagaimanakah komitmen pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung.
c. Bagaimanakah kaitan antara tipe kepribadian dan komitmen pengusaha dengan kemajuan usaha tahu tempe di Bandar lampung.

2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tipe kepribadian pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui komitmen pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung.
c. Untuk mengetahui kaitan antara tipe kepribadian dan komitmen pengusaha dengan kemajuan usaha tahu tempe di Bandar lampung.

D. TINJAUAN PUSTAKA
Usaha kecil adalah usaha yang unik, meskipun usaha ini memiliki kemampuan bertahan yang tinggi namun sangat sulit untuk mengalami perkembangan kea rah yang lebih besar. Menurut Wheelen dan Hunger (2000 : 284) usaha kecil adalah independency owned and operated, not dominant in its field, and does not engage in innovative practices. Potret usaha kecil seperti ini menjadi cirri umum dari usaha kecil yang ada di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha yang memiliki asset kurang atau sama dengan 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan, omset setahun kurang atau sama dengan 1 milyar rupiah, independent, boleh berbadan hokum atau tidak. Dengan berpatokan pada UU No 9 Tahun 1995 ini, maka dapat dikatakan bahwa jumlah usaha kecil yang ada di Indonesia khususnya di Bandar Lampung menjadi sangat banyak.

Beberapa literatur telah memberikan banyak alasan menyangkut tidak berkembangnya usaha kecil. Marbun yang dikutip oleh Yusanto Wijaya (2002 : 54) mengidentifikasikan delapan penyebab kegagalan usaha kecil ini, yaitu (1) tanpa pengalaman, (2) tanpa pengalaman manajemen, (3) pengalaman berusaha yang tidak memadai, (4) tidak cakap, (5) lalai, (6) penggelapan, (7) bencana, dan (8) lain-lain. Wheelen dan Hunger (2000 : 284) mengatakan bahwa masalah mendasar yang dihadapi oleh usaha kecil adalah kurangnya pemahaman tentang manajemen strategis, ketidakmampuan serta kegagalan untuk mengembangkan sistem pengukuran dan kontrol kinerja, sistem akuntansi yang tidak layak dan kegagalan dalam mengantisipasi pertumbuhan. Masih menurut Wheelen dan Hunger, tidak diterapkannya manajemen strategis dalam praktek usaha kecil disebabkan oleh empat alasan, yaitu not enough time, unfamiliar with strategic palnning, lack of skill and lack of trust and openness.

Berbagai alasan di atas telah menyebabkan usaha kecil sulit untuk berkembang. Ketidakmampuan usaha kecil untuk berkembang tidak hanya disebabkan oleh usaha yang tidak unggul tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor pengusahanya yang tidak handal. Artinya, meskipun sebuah usaha termasuk pada kategori usaha unggulan yang memiliki potensi internal yang besar dan juga didukung oleh faktor eksternal yang menjanjikan namun jika pengusaha yang mengelolanya tidak handal, maka usaha tersebut tetap saja tidak akan dapat bersaing dalam lingkungan yang semakin kompetitif. Kehandalan seorang pengusaha dapat dilihat dari komitmen dan kepribadian yang dimilikinya.
O’Reilly dan Chatman (1986) yang dikutip oleh Esteves, Pastor dan Casanovas (2002 : 3) mengatakan bahwa commitment as psychological state of attactment that defines relationship between a person and entity…commitment as a degree to which an individual internalizes or adopts the goals and values of organization. Mowday, Steers dan Porter (1979) yang dikutip Luthans (2006 : 249) merumuskan 15 pernyataan yang mempresentasikan komitmen terhadap perusahaan, yaitu :
1. Saya bersedia melakukan usaha di luar yang diharapkan secara normal untuk membantu kesuksesan organisasi.
2. Saya mengatakan pada teman saya bahwa ini adalah organisasi yang hebat sebagai tempat kerja.
3. Saya hanya merasa sedikit loyal pada organisasi ini (R).
4. Saya menerima hampir semua jenis tugas pekerjaan agar saya tetap dapat bekerja pada organisasi ini.
5. Saya menyadari bahwa nilai dan organisasi ini sangat serupa.
6. Saya bangga mengatakan bahwa adalah bagian dari organisasi ini.
7. Saya bisa saja bekerja pada organisasi yang sangat berbeda sepanjang jenis pekerjaannya serupa (R).
8. Organisasi ini benar-benar memberi inspirasi terbaik dalam kinerja saya.
9. Perubahan yang sangat kecil dalam hidup saya sekarang menyebabkan saya meninggalkan organisasi ini (R).
10. Saya sangat senang karena saya memilih organisasi ini sebagai tempat kerja dan bukannya organisasi lain saat saya memutuskan untuk bergabung.
11. Tidak banyak yang diperoleh dengan tetap bertahan di organisasi ini untuk jangka waktu yang tidak terbatas (R).
12. Saya sangat susah untuk sepaham dengan kebijakan organisasi mengenai hal-hal penting berkaitan dengan karyawan (R).
13. Saya benar-benar peduli dengan nasib organisasi ini.
14. Bagi saya, ini merupakan organisasi terbaik untuk bekerja.
15. Memutuskan bekerja untuk organisasi ini merupakan kesalahan besar dalam hidup saya (R).

Seperti halnya komitmen, kepribadian pengusaha merupakan faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan usaha. Pengusaha yang memiliki kepribadian yang akatif dan kuat akan lebih berhasil dibandingkan dengan pengusaha yang pasif dan lemah. Pengusaha yang aktif adalah pengusaha yang suka bersaing, suka melakukan hal-hal yang baru dan serba cepat dalam melakukan sesuatu. Menurut Robbins (2001 : 93) personality as the sum of ways in which an individual reacts and interacts with others. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa kepribadian seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia beraksi dan berinteraksi dengan orang lain. Menurut Robbins (2001 : 93) kepribadian ini dihasilkan oleh heredity, environment dan situation.

Menurut Friedman dan Rosenman yang dikutip oleh Luthans (1995 :303) secara umum ada dua tipe kerpibadian individu, yaitu karakter tipe A dan tipe B. Karakteristik Tipe A didefinisikan sebagai an action emotin complex that can be observed in any person who is aggressively involved in a cronic, incessant struggle to achieve more and more in less and less time and if required to do so, against yhe opposing effort of other thing or other person (dalam Luthans, 2000 : 298). Menurut Luthans (2000 : 303) tipe kepribadian A dicirikan oleh mereka yang :
1. Memiliki waktu kerja yang panjang, berada di bawah tekanan waktu yang sempit dan dalam waktu yang bersamaan.
2. Sering kerja lembur dan tidak bias santai.
3. Selalu bersaing dengan sesamanya, menetapkan standar produktifitas yang tinggi sehingga mereka terlihat mampu mempertahankannya.
4. Cenderung frustasi oleh situasi kerja, terganggu dengan pekerjaan yang dilakukan orang lain dan tidak dimengerti oleh supervisor.

R. W Bortner (dalam Luthans, 1995 : 303) menggunakan suatu skala untuk menentukan tipe kepribadian A atau B yang terdiri dari beberapa dimensi yang berlawanan. Dimensi-dimensi itu adalah :
1. An casual about appoinment and Am never late.
2. Am not competitive and Am very competitive.
3. Never feel rushed, even under pressure and always feel rushed.
4. Take thing one at the time and try to do many thing at once, thing about what I am going to do next.
5. Do Thing Slowly and do thing fast (eating, walking, etc).
6. Express feeling and ”sit” on feeling
7. Have many interest and have few interest outside work.

Kemajuan usaha suatu tingkat dimana usaha tersebut mengalami perkembangan kea rah yang positif. Wheelen dan Hunger (2000 : 298) mengatakan bahwa sangat sulit untuk mengetahui kinerja usaha kecil karena tingkat formalitasnya rendah dan pencatatan keuangannya ada pada taraf yang minimal. Menurut Teravis (dalam Wheelen dan Hunger, 2000 : 298/ kesulitan dalam menerapkan standar keuangan pada usaha kecil disebabkan oleh :
1. Hubungan antara utang dan modal tidak jelas.
2. Gaya hidup merupakan laporan keuangan.
3. Rumusan keuangan standar tidak selalu diterapkan.
4. Pilihan personal menentukan kebijakan keuangan.
5. Bank menggabungkan kekayaan perusahan dengan pribadi.





E. KONTRIBUSI PENELITIAN
Hasil penelitian ini merupakan kontribusi peneliti pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya prilaku organisasi dan para pengusaha tahu tempe dalam rangka mengembangkan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.

G. OBJEK DAN METODE PENELITIAN
1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah tipe kepribadian dan komitmen pengusaha tahu tempe serta kemajuan yang dialami usaha tahu tempe di Bandar Lampung. Tipe penelitan yang digunakan adalah deskriptif eksploratif, yaitu dengan menggali dan mengambarkan tipe kepribadian dan komitmen pengusaha dan kemajuan usaha mereka serta menggambarkan hubungan antar tipe kepribadian dan komitmen dengan kemajuan usaha tahu tenpe di Bandar Lampung. Unit analisis dalam peneltian ini adalah individu, yaitu pengusaha yahu tempe dan organisasi yaitu kemajuan usaha mereka capai.

2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu dengan mencari data-data tentang tipe kepribadian, komitmen dan kemajuan usaha langsung dari pengusaha tahu tempe yang ada di Bandar Lampung.

3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian (X1) dan komitmen (X2), sedangkan variabel dependennya adalah kemajuan usaha (Y). Tipe kepribadian adalah keseluruhan cara dimana seseorang beraksi dan berinteraksi dengan orang lain. Tipe kepribadian ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Tipe A dan Tipe B. Indikator untuk menentukan tipe Kepribadian adalah dengan membuat sebuah kontinum yang berlawanan dengan skala 1 - 8, yaitu :
a. Selalu menepati janji – tidak pernah menepati janji.
b. Suka membantah pendapat orang lain – Tidak suka membantah pendapat orang lain.
c. Suka terburu-buru – Santai
d. Cepat (makan, berjalan,dll) – lambat
e. Tidak mengutamakan perasaan – mengutamakan perasaan.
f. Sedikit kepentingan di luar pekerjaan – banyak kepentingan di luar pekerjaan.

Komitmen adalah tingkat keterikatan individu dengan perusahaannya. Komitmen ini diukur dengan indikator dengan skor maksimal untuk masing indikator adalah 7 :
a. Saya bersedia melakukan usaha di luar yang diharapkan secara normal untuk membantu kesuksesan usaha ini.
b. Saya melakuka hampir semua jenis tugas pekerjaan agar saya tetap dapat bekerja pada usaha ini.
c. Saya bangga mengatakan bahwa adalah bagian dari organisasi ini.
d. Usaha ini benar-benar memberi inspirasi terbaik dalam kinerja saya.
e. Saya sangat senang karena saya memilih usaha ini sebagai tempat kerja dan bukannya usaha lain saat saya memutuskan untuk memulai usaha.
Kemajuan usaha adalah perkembangan positif yang dialami oleh usaha tahu tempe sejak mulai berdiri sampai sekarang. Kemajuan usaha dapat diukur dengan indikator :
a. Pertambahan modal sekarang dari modal awal dibagi dengan lama waktu menjalankan usaha.
b. Pertambahan jumlah tenaga kerja sekarang dari jumlah tenaga kerja awal.

4. Populasi dan Sampel
Sumber data yang utama dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari sampel. Populasi penelitian adalah seluruh pengusaha tahu tempe yang ada di Bandar Lampung yang belum diketahui jumlahnya secara pasti (belum ada data). Untuk keperluan penelitian ini sampel ditentukan sebanyak 30 pengusaha.

5. Prosedur Pengumpulan Data
Instrumen utama yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuisioner, wawancara dan observasi. Kuisioner digunakan untuk menggali data tentang tipe kepribadian dan komitmen serta kemajuan usaha. Wawancara digunakan untuk menggali lebih dalam informasi yang telah diperoleh melalui kuisioner tentang objek penelitian. Observasi digunakan untuk memperoleh informasi yang objektif tentang kemajuan usaha dan pencatatan keuangan usaha tahu tempe.


6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskkriptif digunakan untuk menggambarkan tipe kepribadian, komitmen dan kemajuan usaha tahu tempe yang ada di Bandar Lampung. Sedangkan untuk mengetahui kaitan antara variabel independen dan dependen digunakan uji korelasi berganda.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho : Tidak ada kaitan antara tipe kepribadian dan komitmen pengusaha dengan
kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.
H1 : Ada kaitan antara tipe kepribadian dan komitmen pengusaha dengan
kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.
atau










H. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Gambaran Umum Usaha Tahu Tempe di Bandar Lampung

1. Produk Yang Dihasilkan

Produk yang dihasilkan dari usaha tahu tempe di Bandar Lampung terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu tahu, tempe dan, tahu dan tempe. Sebagai informasi tambahan dapat disampaikan bahwa produk yang dihasilkan adalah produk induk dan bukan produk turunan dari bahan tahu dan tempe. Pada tabel 1 terlihat bahwa sebagian besar (43,33%) usaha yang dijalankan menghasilkan produk berupa tempe, dan hanya terdapat 23,33% yang menghasilkan produk berupa tahu dan tempe. Hal ini disebabkan karena proses pengolahan tahu dan tempe memang berbeda dan sebagian besar pengusaha fokus dengan salah satu produk saja.
Tabel 1. Variasi Produk Usaha Tahu Tempe
No Produk F %
1 Tahu 10 33,33
2 Tempe 13 43,33
3 Tahu dan Tempe 7 23,33
Total 30 100
Sumber : Data Penelitian 2008


2. Lokasi Usaha Tahu Tempe

Tabel 2. Penyebaran Lokasi Usaha Tahu Tempe di Bandar Lampung

No Lokasi Jumlah %
1 Kedaton 6 20,00
2 Sukabumi 16 53,33
3 Kampung Sawah 6 20,00
4 Teluk Betung 1 3,33
5 Kemiling 1 3,33
Total 30 100,00
Sumber : Data penelitian 2008


3. Lama Menjalankan Usaha Tahu Tempe

Tabel 3. Distribusi Usaha Tahu Tempe Berdasarkan Lama Usaha

No Lama Usaha Jumlah %
1 Kurang dari 5 tahun 2 6,67
2 5 - 10 tahun 9 30,00
3 11 - 20 tahun 12 40,00
4 Lebih dari 20 tahun 7 23,33
Total 30 100,00
Sumber : Data penelitian 2008

Dilihat dari lamanya pengusaha menekuni usaha tahu tempe maka terlihat bahwa terdapat 40% pengusaha telah menjalankan usaha tahu tempe selama 11 – 20 tahun. Dan hanya 6,67% yang kurang dari 5 tahun. Lamanya umur usaha ini diternyata secara signifikan berkorelasi dengan kemajuan usaha. Pada tabel 4 terlihat bahwa telah terjadi peningkatan modal yang cukup besar pada sekitar 40% usaha yang semula memiliki modal awal kurang dari Rp 500.000,-. Berdasarkan modal yang digunakan untuk usaha, terdapat 73,33% usaha yang memiliki modal awal kurang dari Rp 500.000,00 dan untuk kondisi saat ini persentase tersebut telah mengalami penurunan sebesar 40% sehingga jumlah usaha yang memiliki modal kurang dari Rp 500.000,- tinggal 33,33%. Sementara itu persentase kenaikan yang cukup besar juga terjadi pada rentang modal yang lebih dari Rp 1.000.000,00 yang mengalami kenaikan sebesar 30%.

Dengan melihat tabel 4, selain terjadinya peningkatan modal kita juga dapat melihat begitu lambatnya pertumbuhan modal usaha yang terjadi pada usaha tahu tempe di Bandar Lampung. Apalagi jika dilihat bahwa ternyata terdapat usaha yang telah berjalan lebih dari 20 tahun dan akumulasi modal yang terjadi tidak mengalami perubahan yang berarti seiring dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena usaha tahu tempe dikelola berdasarkan manajemen rumah tangga yang tidak memisahkan antara dana usaha dan dana rumah tangga. Akibatnya, pemahaman pengusaha tentang modal usaha sangat terbatas pada dana yang digunakan untuk sekali produksi dan bukan besarnya kepemilikan pengusaha atas aset usaha.
Tabel 4. Distribusi Usaha Tahu Tempe Berdasarkan Modal yang digunakan
No Jumlah Modal Modal awal Modal Saat ini
f % f %
1 Kurang dari Rp 500.000,- 22 73,33 10 33,33
2 Rp 500.000,- - Rp 1.000.000,- 6 20,00 9 30,00
3 Lebih dari Rp 1.000.000,- 2 6,67 11 36,67
Total 30 100 30 100
Sumber : Data penelitian 2008

Kemajuan usaha tahu tempe juga dapat dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Pada table 5 terlihat bahwa jumlah usaha yang pada awalnya memiliki tenaga kerja kurang dari 3 orang mengalami penurunan sebesar 30%. Sedangkan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 3 – 5 orang mengalami peningkatan dari 40% menjadi 56,67%. Demikian juga halnya dengan usaha yang semula memiliki jumlah tenaga kerja 6 – 10 orang mengalami peningkatan sebesar 13,34%.
Tabel 5. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Dimiliki Oleh Usaha Tahu
Tempe di Bandar Lampung

No Jumlah Tenaga Kerja TK awal TK saat ini
f % f %
1 Kurang dari 3 orang 16 53,33 7 23,33
2 3 - 5 orang 12 40,00 17 56,67
3 6 - 10 orang 1 3,33 5 16,67
4 Lebih dari 10 orang 1 3,33 1 3,33
Total 30 100 30 100,00
Sumber : Data penelitian 2008
Dan sekali lagi terlihat bahwa meskipun beberapa usaha mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja namun juga masih terdapat usaha tahu tempe yang tidak mengalami peningkatan dalam junlah tenaga kerja. Kesimpulan sementara yang bisa diberikan adalah bahwa usaha tahu tempe yang bersangkutan tidak mengalami perkembangan atau stagnan. Tidak berkembangnya usaha ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, dan dalam penelitian ini kuat dugaan bahwa hal tersebut disebabkan kurangnya komitmen dan tipe kepribadian pemilik yang tidak mendukung perkembangan usaha.

b. Tipe Kepribadian Pengusaha Tahu Tempe di Bandar Lampung
Kepribadian adalah karakter individu yang dapat dilihat dan diamati oleh orang lain. Seperti dikatakan oleh Fred Luthan (1995 : 303) terdapat dua tipe karakter kepribadian individu, yaitu tipe A dan tipe B. Individu yang memiliki tipe kepribadian A dicirikan oleh mereka yang memiliki waktu kerja yang panjang dan selalu berada dibawah tekanan waktu sempit, sering kerja lembur dan tidak bisa santai, senang bersaing, dan cenderung menjadi frustasi oleh situasi kerja.

Untuk mengukur tipe keribadian individu, Borner (dalam Fred Luthan, 1995 : 303) memberikan tujuh dimensi yang merupakan suatu kontinum yang saling berlawanan. Angka numerik yang diberikan adalah dari satu sampai dengan delapan. Total skor yang diperoleh kemudian dikalikan 3. Interpretasi yang diberikan adalah seperti pada tabel 6 berikut ini :


Tabel 6. Interpretasi tipe kepribadian menurut Borner
Jumlah nilai Tipe kepribadian
Kurang dari 90
90 – 99
100 – 105
106 – 119
120 atau lebih B
B+
A-
A
A+
Sumber : Fred Luthan, 1995 : 303
Dalam penelitian ini ada 6 dimensi kepribadian yang diamati, yaitu :
g. Selalu menepati janji – tidak pernah menepati janji.
h. Suka membantah pendapat orang lain – tidak suka membantah pendapat orang lain.
i. Suka terburu-buru – Santai
j. Cepat (makan, berjalan,dll) – lambat
k. Tidak mengutamakan perasaan – mengutamakan perasaan.
l. Sedikit kepentingan di luar pekerjaan – banyak kepentingan di luar pekerjaan.
Dengan menggunakan formula yang diberikan oleh Borner maka interpretasi atas tipe kepribadian pengusaha tahu tempe adalah seperti pada table 7 berikut ini :
Tabel 7. Interpretasi Tipe Kepribadian Pengusaha Tahu Tempe di Bandar
Lampung


Jumlah nilai Tipe kepribadian
Kurang dari 77
77 – 85
86 – 90
91 – 102
102 atau lebih B
B+
A-
A
A+
Sumber : Borner dalam Fred Luthan, 1995
Dengan menggunakan skala satu sampai dengan delapan, terlihat bahwa individu yang memperoleh skor 86 sudah dapat dikategorikan sebagai individu yang memiliki tipe kepribadian A. Dengan demikian telah dapat diketahui distribusi pengusaha yang memiliki tipe kepribadian A dan B sebagaimana terdapat dalam tabel 8 berikut ini :
Tabel 8. Distribusi Pesponden Berdasarkan Tipe Kepribadian
Jumlah nilai Tipe kepribadian Frekuensi Persentase
Kurang dari 77
77 – 85
86 – 90
91 – 102
102 atau lebih B
B+
A-
A
A+ 22
-
2
-
6 73,33

6,67
-
20,00
Sumber : Hasil Penelitian 2008
Dari table 8 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengusaha memiliki tipe kepribadian B yang mengindikasikan bahwa mereka tidak suka bersaing, santai, lebih menguatamakan perasaan daripada logika bisnis dan memiliki banyak urusan di luar bisnis yang dikelola. Tipe kepribadian seperti ini tentunya akan berdampak pada kemajuan usaha. Hal ini terbukti pada tabel 4 di atas dimana terdapat 63,33% usaha yang saat ini memiliki modal kurang dari Rp 1.juta. Sedangkan 36,67% usaha lainnya yang memiliki modal usaha di atas Rp 1 juta disinyalir sebagai pengusaha yang memiliki tipe kepribadian A. Tipe kepribadian ditunjukkan oleh sifat agresif, suka bersaing dan suka melakukan sesuatu secara cepat.

Secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa 76,7% pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung termasuk dalam kategori pengusaha yang tidak suka menepati janji. Dan hanya sedikit pengusaha yang komitmen yang tinggi terhadap janji. Ini merupakan indikasi bahwa pengusaha tersebut kurang bisa dipercaya dan cenderung menganggap sepele janji-janji bisnis yang telah dibuat. Hal ini tentunya berdampak pada kemajuan usaha dimana seringkali pengusaha tahu tempe mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku karena kurangnya komitmen terhadap janji.

Selain itu, terlihat kecenderungan bahwa pengusaha tahu tempe merupakan sosok yang tidak suka bersaing. Hal ini terlihat dari sikap sebagian pengusaha yang tidak suka membantah pendapat orang lain. Sikap ini merupakan cerminan bahwa mereka kurang agresif dan tidak memiliki jiwa kewirausahaan. Seorang wirausahawan adalah sosok yang senang berkompetisi dan memiliki semangat untuk memenangkan persaingan. Secara deskriptif dapat dilaporkan bahwa terdapat 76,7% pengusaha yang menyatakan tidak atau kurang menyukai persaingan.

Kurangnya semangat untuk memenangkan persaingan ini ditunjukkan dengan sikap pasif pengusaha yang tidak berusaha mencari terobosan-terobosan usaha dalam rangka pengembangan usaha tahu tempe. Sebagian besar pengusaha menjalankan bisnis pembuatan tahu tempe ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kurang termotivasi untuk menjadikan usahanya sebagai leader dalam bisnis tahu tempe.

Indikasi lain bahwa sebagian besar pengusaha tempe memiliki tipe kepribadian B adalah sikap santai yang mereka tunjukkan. Sebanyak 76,7% dari pengusaha menunjukkan kecenderungan sikap yang tidak suka terburu-buru. Dan hanya terdapat 23,3% yang memiliki kecenderungan untuk tidak bersikap santai. Meskipun jumlahnya tidak terlalu besar tetapi dapat diinformasikan bahwa sebanyak 36,7% dari pengusaha memperlihatkan kecenderungan sikap yang sangat santai dalam menjalankan usahanya. Dan hanya 16,7% pengusaha yang cukup gesit dalam menjalankan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.

Ada beberapa prilaku yang menjadi indikator tipe kepribadian seseorang selain yang telah disebutkan di atas, yaitu cara makan dan berjalan, porsi logika yang digunakan dalam mengambil suatu keputusan, dan banyaknya urusan yang harus dilakukan di luar jam kerja. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 40% pengusaha yang menunjukkan prilaku yang lambat waktu makan dan sewaktu berjalan. Artinya, mereka memerlukan waktu yang lebih banyak untuk bisa menyelesaikan kegiatan makan dan berjalan dari satu tempet ke tempat lain.

Prilaku seperti ini tentunya tidak mencerminkan sikap seorang wirausahawan yang handal yang tidak bisa memanfaatkan waktu secara efisien. Meskipun indikator ini sngat sepele, namun secara psikologis hal ini menunjukkan bahwa pribadi yang bersangkutan ada masalah dengan pengaturan waktu dan tidak dapat menghargai waktu dengan baik. Dapat dikatakan bahwa dalam praktek bisnis, prilaku seperti ini bukanlah prilaku yang diharapkan dari seorang pengusaha yang profesional.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung belum bisa menggunakan waktu yang mereka miliki dengan baik dan ini dilakukan oleh 76,7% pengusaha. Dan hanya 23,3% saja pengusaha yang bisa dikatakan pandai memanfaatkan waktu dengan baik. Apa yang diuraikan ini adalah sebuah kecenderungan yang digali dari respon mereka terhadap pernyataan tentang sikap mereka waktu makan dan berjalan.

Melalui penelitian ini dapat juga disampaikan bahwa sebagian besar pengusaha kurang menggunakan logika bisnis dalam menjalankan usaha dan membuat keputusan bisnis. Terdapat 76,7% pengusaha yang lebih menggunakan perasaan dalam mengambil keputusan bisnis daripada menggunakan logika. Artinya, keputusan yang diambil bukan merupakan hasil dari suatu perhitungan bisnis yang valid namun hanya didasarkan pada feeling dan perasaan saja. Hal ini terjadi dalam berbagai aktivitas bisnis seperti pembuatan rencana usaha dan pengambilan keputusan tentang strategi pemasaran.

Perencanaan bisnis yang dibuat oloh sebagian pengusaha tidak lebih dari perencanaan untuk sekali produksi. Perencanaan ini biasanya tergantung dari besarnya penjualan yang diiperoleh pada hari sebelumnya yang mungkin naik atau turun. Jika angka penjualan hari berikutnya naik maka bisa dipastikan bahwa produksi tahu tempe untuk hari berikutnya akan mengalami peningkatan dan sebaliknya, jika penjualan hari sebelumnya menunjukkan angka penurunan maka itu berarti signal bahwa produksi untuk hari berikutnya harus dikurangi.

Demikian juga halnya untuk penentuan strategi pemasaran, sebagian besar pengusaha memasarkan produknya pada pasar-pasar yang memang sudah pernah mereka masuki. Pengusaha kurang menunjukkan minat untuk membuka pasar ditempat yang baru karena mereka tidak mau menanggung risiko kerugian jika produknya tidak laku terjual. Oleh sebab itu, daripada berspekulasi di tempat yang baru maka mereka lebih memilih wilayah pemasaran tetap dilokasi yang lama dengan jumlah pembeli yang sudah dapat diperkirakan.

Meskipun hal ini tidak ada salahnya, tetapi sebagai wujud dari keberanian seorang pengusaha dalam menanggung risiko tidak ada salahnya jika pengusaha tahu tempe mencoba wilayah pemasaran yang baru yang tentunya setelah melalui suatu tahap perencanaan pemasran yang matang. Satu hal yang paling penting dalam berwirausaha adalah keberanian untuk mengambil risiko. Jika setelah melalui tahap survei pasar yang sederhana pengusaha dapat melihat adanya peluang bisnis maka sebaiknya mereka memanfaatkan peluang bisnis ini dengan sebaik-baiknya.

Dan indikator terakhir untuk menentukan tipe kepribadian pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung adalah banyaknya urusan di luar bisnis tahu tempe yang harus dilakukan oleh pengusaha. Dari hasil penelitian diperoleh kecenderungan bahwa sebagian besar (43,3%) pengusaha mengaku banyak urusan yang harus diurus diluar bisnis tahu tempe. Dan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa 76,7% pengusaha mempunyai banyak urusan di luar bisnis tahu tempe dan ada juga kecenderungan bahwa bisnis ini bukanlah satu-satunya usaha untuk menghidupi keluarga. Kemungkinan yang sangat mendekati adalah bahwa para pengusaha ini memiliki pekerjaan lain, dan bisnis tahu tempe hanyalah bisnis sambilan yang dilakukan di luar jam kerja. Jika asumsi benar maka sangat tipis harapan kita untuk berharap agar pengusaha tahu tempe dapat mengembangkan usahanya ke tingkat yang lebih tinggi dan dengan jangkauan bisnis yang cukup luas.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa sebagian besar pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung memiliki tipe kepribadian B (73,33%) dan hanya sedikit yang termasuk pada kategori tipe kepribadian A (26,67%). Secara psikologis tentunya tidak ada yang salah dalam hal ini. Tetapi jika dikaitkan dengan kepentingan usaha, tipe kepribadian B tentunya bukanlah tipe kepribadian yang banyak dimiliki oleh pengusaha yang sukses. Hal ini dikarenakan kesuksesan seseorang sangat ditentukan oleh seberapa beranikah mereka mengambil risiko ketidakpastian dan seberapa agresifkah mereka dalam mengembangkan produk-produk. Pengusaha sukses adalah orang yang menyukai persaingan dan perasaan puas akan muncul pada saat mereka bisa memenangkan persaingan itu. Dan yang lebih penting lagi adalah besarnya komitmen mereka terhadap usaha. Komitmen untuk menjadi yang terbaik akan dibangun melalui hubungan dengan relasi bisnis yang saling percaya dan saling menguntungkan. Tetapi dari data penelitian ini diperoleh kejelasan bahwa justru komitmen untuk menjaga kepercayaan ini yang kurang dimiliki oleh pengusaha tahu tempe. Seringnya mereka tidak menepati janji-janji bisnis akan berdampak secara langsung terhadap kemajuan usaha mereka. Dan ini terbukti, dimana sangat sedikit pengusaha yang bisa mengembangkan usaha melalui akumulasi modal. Hanya terdapat 23,33% pengusaha yang mengalami rata-rata pertumbuhan modal di atas Rp 100.000,00 setiap tahunnya. Ini artinya, tingkat keuntungan yang bisa mereka sisihkan untuk kepentingan rekapitalisasi sangat kecil sekali.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lambatnya perkembangan usaha tahu tempe di Bandar Lampung salah satunya disebabkan oleh tipe kepribadian pengusahanya yang tidak mendukung kearah pengembangan usaha.

c. Komitmen Pengusaha Tahu Tempe di Bandar Lampung
Komitmen adalah tingkat keterikatan individu dengan perusahaannya. Dalam penelitian ini ada 5 (lima) item pernyataan yang menunjukkan besarnya komitmen pengusaha yaitu :
c. Saya bersedia melakukan usaha di luar yang diharapkan secara normal untuk membantu kesuksesan usaha ini.
d. Saya melakukan hampir semua jenis tugas pekerjaan agar saya tetap dapat bekerja pada usaha ini.
c. Saya bangga mengatakan bahwa adalah bagian dari organisasi ini.
d. Usaha ini benar-benar memberi inspirasi terbaik dalam kinerja saya.
e. Saya sangat senang karena saya memilih usaha ini sebagai tempat kerja dan bukannya usaha lain saat saya memutuskan untuk memulai usaha.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 26,6% pengusaha yang memiliki komitmen yang rendah, 40% memiliki komitmen sedang dan 33,3% memiliki komitmen yang tinggi. Data ini tentunya cukup menggembirakan karena sebagian besar dari pengusaha tahu tempe ini memiliki komitmen yang sedang dan tinggi untuk menjalankan usaha tahu tempe. Cukup lamanya usaha tahu tempe ini dapat bertahan salah satunya disebabkan oleh besarnya komitmen pengusaha selain motivasi kebutuhan tentunya.
Jika dilihat per item pernyataan maka dapat dikatakan bahwa 43,3% pengusaha menyatakan bahwa mereka tidak bersedia untuk melakukan usaha di luar yang diharapkan untuk kesuksesan usahanya. Artinya, mereka akan menjalankan usaha secara konvensional, yaitu beli bahan baku, olah dan jual hasilnya. Dan mereka tidak ada keinginan untuk meluangkan waktu di luar jam kerja produksi untuk mencari cara meningkatkan volume usahanya.

Selain itu terdapat 56,7% pengusaha yang menyatakan kesediaan tetapi pada tingkat yang sedang. Artinya, meskipun mereka bersedia, namun tentunta dengan berbagai macam pertimbangan yang keptusan akhirnya tetap saja ada keraguan untuk melakukan usaha yang ekstra keras untuk memajukan usaha. Hal ini tentunya sangat disayangkan sekali karena usaha yang dikelola sebenarnya merupakan jenis usaha unggulan dimana produknya banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Rendahnya komitmen untuk melakukan usaha ekstra ini semakin kuat dugaan bahwa usaha tahu tempe yang ada di Bandar Lampung merupakan usaha sampingan. Sebab jika seorang pengusaha memiliki usaha sendiri dan usaha tersebut adalah satu-satunya sumber penghasilannya maka tentunya mereka akan berjuang untuk dapat memajukan usahanya, termasuk melakukan kerja ekstra keras dari yang seharusnya dilakukan.

Atas peryataan kedua, pengusaha memberika respon yang sangat bervariasi. Secara garis besar respon yang diberikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu berkomitmen rendah, sedang atau berkomitmen tinggi. Dari data penelitian dikatahui bahwa 46,7% pengusaha memiliki komitmen yang rendah, 50% memiliki komitmen yang sedang dan hanya 3,3% yang memiliki komitmen yang tinggi.

Rendahnya komitmen ini ditunjukkan oleh sikap keengganan untuk melakukan berbagai jenis tugas pekerjaan agar usaha usahanya yang dikelola tetap jalan. Hal ini berkaitan dengan pernyataan pertama yang menuntut pengusaha untuk melakukan kerja ekstra, namun ternyata sikap ini tidak ditemui pada sebagian besar pengusaha tahu tempe. Sebagian besar pengusaha menjalankan usaha dengan pesimis dan menerima hasil usaha sebagai sebuah nasib yang harus dijalani. Padahal jika lihat dari pengalaman pelaku bisnis yang telah sukses, kesuksesan itu tidak terlepas dari kerja ekstra keras yang mereka lakukan dan kesediaan untuk melakukan berbagai macam pekerjaan agar usahanya tetap eksis dan berkembang.
Hal yang menarik untuk dikaji adalah rasa bangga memiliki usaha sendiri kurang dimiliki oleh pengusaha tahu tempe. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 33,3% pengusaha yang tidak merasakan kebanggaan telah menjadi bagian dari usaha ini. Dan 67,7% lainnya merasa bangga namun tidak terlalu tinggi. Hal ini menjadi menarik karena pengalaman dari pelaku bisnis kecil di negara maju seperti Amerika justru sebaliknya. Di negara-negara maju seperti Amerika, dimana pertumbuhan usaha kecilnya cukup tinggi, ternyata memiliki sebuah usaha merupakan suatu kebanggaan dari pada bekerja pada orang lain.

Jika dikaji lebih jauh maka ada dugaan kurangnya rasa bangga ini disebakan oleh orientasi kerja sebagian besar masyarakat di daerah Lampung yang lebih memilih bekerja di sektor pemerintahan daripada bekerja di sektor swasta. Hal ini terbukti dari peserta ujian seleksi PNS yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang, sementara peluang untuk bias diterima tidak lebih dari 5% saja. Artinya, sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa bekerja pada pemerintah lebih membanggakan karena memberikan status sosal yang lebih tinggi dibandingkan bekerja di sektor swasta atau berwirausaha yang penuh dengan ketidakpastian.

Hal yang sama juga terjadi pada respon pengusaha terhadap pernyataan bahwa usaha tahu tempe benar-benar memberi inspirasi terbaik dalam kinerja mereka. Terdapat 36,7% pengusaha yang menyatakan bahwa usaha ini tidak memberi insprirasi apapun pada kinerja mereka. Ini tentunya sangat berkaitan dengan rasa bangga dan kerja keras yang mereka lakukan. Jika tidak ada rasa bangga akan suatu pekerja maka kita tidak akan bisa mengharapkan adanya kerja keras apalagi munculnya inspirasi dari pekerjaan tersebut. Semua hasilnya akan negatif dan tidak akan menghasilkan hal-hal yang positif.
Sementara itu terdapat 56,7% pengusaha yang menyatakan bahwa mereka cukup terinspirasi dengan usaha tahu tempe ini dan 6,7% lainnya menyatakan benar-benar terinspirasi kinerja melalui usaha ini.

Sedangkan untuk pernyataan ”saya sangat senang karena saya memilih usaha ini sebagai tempat kerja dan bukannya usaha lain saat saya memutuskan untuk memulai usaha”, pengusaha memberikan tanggapan yang cukup positif. Terdapat 73,3% pengusaha yang menyatakan senang karena telah memilih usaha tahu tempe dan bukan usaha lain. Artinya, telah muncul kesadaran bahwa usaha ini penting untuk hidup mereka dan keputusan untuk memulai usaha tahu tempe adalah pilihan yang tepat. Namun sekali lagi, harus dikatakan bahwa rasa senang saja tidak cukup untuk memajukan sebuah usaha. Dibutuhkan rasa bangga, rasa memiliki, dan keinginan untuk memajukan usaha lebih dari sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pembahasan bagian C ini secara jelas memberi gambaran rendahnya komitmen pengusaha tahu tempe untuk menjalankan usaha. Rendahnya komitmen ini secara langsung akan berdampak pada keberhasilan usaha. Kurangnya kemampuan pengusaha untuk melakukan rekapitalisasi yang disebabkan oleh rendahnya tingkat keuntungan yang diperoleh tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor usaha seperti modal, tenaga kerja, kemampuan produksi dan kemampuan untuk memasarkan, tetapi lebih penting lagi juga disebabkan oleh faktor pengusaha yang tidak handal. Dan salah satu indikator kehandalan tersebut adalah komitmen pengusaha untuk menjalankan usahanya.

Dengan demikian semakin jelaslah bahwa terdapat keterkaitan antara keberhasilan usaha dengan komitmen pengusaha. Komitmen merupakan variabel penting yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha yang ingin terjun dalam sebuah bisnis kecil. Kekuatan bisnis kecil terletak pada seberapa besar komitmen pengusaha dan seberapa baik kompetensi yang dimiliki. Komitmen akan memandu pengusaha untuk melakukan inovasi dan mengembangkan kreatifitas sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai jual dan dapat bersaing dengan produk lainnya.
d. Kemajuan Usaha Tahu Tempe di Bandar Lampung
Kemajuan usaha merupakan hasil positif yang diperoleh setelah melakukan berbagai upaya bisnis. Kemajuan usaha dapat dilihat dari berbagai indikator seperti indikator keuangan. Indikator keuangan yang seringkali digunakan untuk menunjukkan seberapa baik kinerja perusahaan adalah Return On Equity (ROE), Return On Invesment (ROI) dan tingkat laba. Namun dalam kasus bisnis kecil indikator ini sangat sulit untuk terpenuhi karena sebagian besar pelaku bisnis tidak melakukan pencatatan atas transaksi keuangan usahanya, sehingga tidak mungkin melihat kemajuan usaha melalui indikator keuangan ini.

Dalam penelitian ini, kemajuan usaha dilihat melalui rata-rata pertumbuhan modal usaha dan besarnya pertambahan jumlah tenaga kerja. Berdasarkan kedua indikator ini diketahui bahwa secara rata-rata usaha tahu tempe yang ada di Bandar Lampung mengalami pertumbuhan modal sebesar Rp 166.689,06 pertahun dengan standar deviasi Rp 333.438,14. Angka ini tentunya tidak dapat dikatakan sebagai sebuah angka yang baik dan menunjukkan beta baiknya kinerja keuangan usaha. Sebaliknya, angka ini merupakan angka yang menyedihkan yang menunjukkan betapa lemahnya kemampuan pengusaha untuk mengelola usaha tahu tempe yang sebenarnya sangat potensial.

Dilihat dari sisi peluang usaha maka usaha tahu tempe mempunyai peluang untuk dapat berkembang lebih besar karena besarnya permintaan masyarakat untuk produk tahu tempe serta ikut campurnya pemerintah dalam menentukan harga pasokan bahan baku kedelai. Seharusnya tidak ada kendala untuk menjalankan usaha ini kecuali kendala yang berasal dari pengusaha itu sendiri. Dan dalam kenyataannya, memang inilah yang terjadi. Pengusaha tidak mampu mengelola usaha dengan baik yang disebabkan oleh rendahnya komitmen dan tipe kepribadian yang kurang agresif. Artinya, peluang yang begitu besar ternyata hilang karena aspek pengusaha yang tidak handal.

Seperti telah disinggung sebelumnya, terdapat 76,7% usaha tahu tempe yang memiliki rata-rata pertumbuhan modal kurang dari Rp 100.000,00 setahun. Dan bahkan 82,61% di antaranya mengalami pertumbuhan kurang dari Rp 50.000,00 setahun. Jika dikaitakan dengan lamanya menjalankan usaha, maka angka pertumbuhan ini semakin tampak menyedihkan karena ada pengusaha yang telah menjalankan usaha ini lebih dari 20 tahun. Inilah profil usaha tahu tempe yang menunjukkan banyak kelemahan dalam manajemen usaha dan sumberdaya manusianya.

Sementara itu, dilihat dari pertambahan jumlah tenaga kerja terlihat bahwa terdapat 20% usaha yang tidak mengalami pertambahan jumlah tenaga kerja mulai saat didirikan sampai saat ini. Dan juga terdapat 10% usaha yang justru mengalami penurunan dalam jumlah tenaga kerja. Terjadinya penurunan dan tidak adanya penambahan jumlah tenaga kerja ini menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak mengalami perkembangan atau bahkan mengalami penurunan skala usaha. Sedangkan usaha yang melakukan penambahan jumlah tenaga kerja meskipun secara persentase cukup besar yaitu 70% tetapi jumlah tenaga kerja yang ditambah selama kurun waktu didirikan sampai sekarang juga tidak terlalu banyak, yang berkisar pada angka 2 sampai dengan 5, meskipun juga ada yang melakukan penambahan sampai 5 dan 9 orang tetapi jumlahnya tidank banyak yaitu masing-masing 1 usaha.

Mengingat pertambahan jumlah tenaga kerja ini tidak terlalu mencerminkan kemajuan usaha maka dalam analisis regresi kemajuan usaha hanya dilihat dari rata-rata pertumbuhan modal pertahun.

e. Kaitan Tipe Kepribadian Dan Komitmen Dengan Kemajuan Usaha Tahu
Tempe di Bandar Lampung

Keterkaitan tipe kepribadian dan komitmen dengan kemajuan usaha dapat dilihat dari eratnya hubungan antar variabel dan besarnya pengaruh dari variabel tipe kepribadian dan komitmen terhadap kemajuan usaha. Dengan mengunakan uji statistik korelasi Pearson diperoleh gambaran tentang hubungan antar variabel sebagai berikut :
Tabel 9. Korelasi Antara Variabel Tipe Kepribadian dan Komitmen Dengan
Kemajuan Usaha

No Variabel Independen Kemajuan Usaha Taraf Signifikansi

1
2

Tipe Kepribadian
Komitmen
0,640
0,711
0,99
0,99

Sumber : Data Penelitian tahun 2008

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa tipe kepribadian dan komitmen mempunyai korelasi yang cukup erat dengan kemajuan usaha yang dalam hal ini adalah rata-rata pertumbuhan modal pertahun dan dapat diterima pada taraf signifikansi 99% atau dengan alfa 0,01. Dengan melihat tabel 9 juga dapat diketahui bahwa arah hubungan yang terjadi antara tipe kepribadian dan komitmen adalah positif yang berarti bahwa semakin tinggi skor tipe kepribadian dan komitmen semakin baik juga kemajuan usaha tahu tempe. Atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa ada kecenderungan pengusaha yang memiliki tipe kepribadian A dan berkomitmen tinggi akan berdampak secara positif terhadap kemajuan usaha.

Sementara itu, untuk melihat besarnya pengaruh variabel tipe kepribadian dan komitmen terhadap kemajuan usaha dilakukan dengan uji regresi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian (X1) dan komitmen (X2). Dan variabel dependennya adalah kemajuan usaha (Y). Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan terdapat hubungan sebesar 0,735 antara variabel independen dengan variabel dependen. Dengan menggunakan taraf signifikansi 95% atau dengan alfa 5% dan derajat bebas 29 diperoleh hasil uji F sebesar 15,902 dan nilai ini dianggap sangat berarti karena berada pada signifikan taraf 99% atau dengan alfa 1% atau telah melebihi dari apa yang diharapkan. Dengan demikian model regresi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan estimasi terhadap nilai variabel Y. Model regresi yang dihasilkan adalah :

Dari model di atas dapat diketahui bahwa jika nilai X 1 dan X2 sama dengan nol maka pertumbuhan usaha cenderung turun sebesar Rp 443.326,30. Dan setiap terjadi peningkatan dalam skor tipe kepribadian sebesar 1 unit akan mengakibatkan penurunan rata-rata pertumbuhan modal sebesar Rp 14.673,10 Dan jika terjadi peningkatan terhadap skor komitmen akan mengakibatkan kenaikan rata-rata pertumbuhan modal sebesar Rp 15. 755,31.
Secara parsial dapat dapat dijelaskan bahwa tipe kepribadian berpengaruh secara signifikan terhadap kemajuan usaha pada taraf siginifikansi 99%. Sedangkan komitmen pengusaha tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf 95% tetapi pada taraf 16%. Karena taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95% maka dapat dikatakan bahwa komitmen pengusaha tidak berpengaruh terhadap kemajuan usaha.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai sebesar 0,541 yang berarti bahwa tipe kepribadian dan komitmen pengusaha mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan usaha sebesar 54,1%. Sedangkan sisanya sebesar 45,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Dengan demikian hipotesis penelitian ini sudah terjawab, yaitu :
1. Tipe kepribadian berpengaruh secara signifikan terhadap kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.
2. Komitmen pengusaha secara signifikan tidak berpengaruh terhadap kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.
3. Tipe kepribadian dan komitmen secara simultan berpengaruh terhadap kemajuan usaha dan pengaruh ini signifikan pada taraf 95%.





I. SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
1. Sebagian besar pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung memiliki tipe kepribadian B (73,3%) dan 26,7% lainnya memiliki tipe keribadian A. Tipe kepribadian ini berdampak positif terhadap kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung.
2. Terdapat 26,7% pengusaha yang memiliki komitmen usaha yang rendah, 40% sedang dan 33,7% memiliki komitmen usaha yang tinggi.
3. Tipe kepribadian dan komitmen usaha secara simultan berpengaruh terhadap kemajuan usaha tahu tempe di Bandar Lampung. Besarnya pengaruh yang dihasilkan adalah sebesar 54,1%. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah


b. Saran
1. Pengusaha tahu tempe harus mengubah tipe kepribadian mereka karena tipe kepribadian B bisa ditingkatkan menjadi tipe kepribadian A. Caranya adalah dengan mengubah sikap mereka terhadap item-item yang menjadi indikator dari tipe kepribadian.
2. Pengusaha sebaiknya meningkatkan komitmen usaha mereka dengan lebih
memberi perhatian pada usaha yang dikelola.
3. Pihak Pemda melalui instansi terkait sebaiknya memberikan bantuan manajemen dan konsultasi usaha kepada pengusaha tahu tempe di Bandar Lampung agar usaha mereka dapat berkembang di masa yang akan datang.

J. DAFTAR PUSTAKA
1. Asteres, Jose, Joan Pastor & Josep Casanovas. 2002. Measuring Sustaind
Management Support in ERP Implementation Project : A GQM Approach.
www. Yahoo.com
2. Luthans, Fred. 1995. Organizational Behavior. Fifth Edition. Mc. Graw Hill
USA.
3. Luthans, Fred. 2006. Prilaku Organisasi . Edisi sepuluh. Penerbit Andi.
Yogyakarta
1. Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior. Seventh Edition. Prentice
Hall. USA
6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
7. Wheelen, L Thomas & J. David Hunger. 2000.Strategic Management &
Business Policy. Prentice Hall. USA
8. Yusanto, M. Ismali, M. Kusuma Wijaya. 2002. Menggagas Bisnis Islami.
Gema Insani Press. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar